Sengkedan atau Terasering Sistem Pertanian Lestari

Sengkedan atau Terasering: Inovasi Pertanian Lestari

Sengkedan atau terasering

Sejak zaman dahulu, manusia telah bergulat dengan tantangan alam untuk memenuhi kebutuhan pangan. Salah satu inovasi pertanian yang terbukti efektif dan berkelanjutan adalah sistem sengkedan atau terasering. Teknik pertanian ini tidak hanya meningkatkan produktivitas lahan, tetapi juga berperan penting dalam menjaga kelestarian lingkungan. Mari kita telusuri lebih dalam tentang sejarah, manfaat, konstruksi, dan contoh penerapan sengkedan atau terasering di berbagai belahan dunia.

Definisi dan Sejarah Sengkedan/Terasering

Sengkedan atau terasering adalah teknik pertanian yang mengubah lahan miring menjadi serangkaian undakan atau teras-teras datar. Tujuan utama dari teknik ini adalah untuk mencegah erosi tanah, meningkatkan kapasitas penyimpanan air, dan menciptakan lahan yang lebih optimal untuk bercocok tanam. Sejarah perkembangan terasering sendiri telah berlangsung selama ribuan tahun, dimulai dari peradaban-peradaban kuno yang menghadapi tantangan pertanian di lahan berlereng.

Bukti arkeologis menunjukkan praktik terasering sudah ada di berbagai wilayah seperti di dataran tinggi Andes (Peru), Asia Tenggara, dan Tiongkok sejak ribuan tahun yang lalu. Berbagai bentuk dan teknik terasering telah berkembang seiring waktu, disesuaikan dengan kondisi geografis dan kebutuhan masyarakat setempat.

Perbandingan Tipe Terasering

Sengkedan atau terasering

Terasering memiliki berbagai tipe, diklasifikasikan berdasarkan bentuk, fungsi, dan material konstruksinya. Secara umum, kita dapat membandingkan beberapa tipe terasering utama, yaitu terasering datar, terasering kontur, dan terasering banjar. Perbedaannya terletak pada kemiringan, bentuk, dan material konstruksi yang digunakan.

Tipe Terasering Lokasi Geografis Material Konstruksi Tingkat Kemiringan Lahan
Terasering Datar Filipina, Indonesia (Jawa Barat) Batu, tanah, tembok Curam – Sangat Curam
Terasering Kontur Nepal, Peru Tanah, batu, vegetasi Sedang – Curam
Terasering Banjar Bali, Indonesia Batu, tanah, tembok Curam

Beberapa budaya yang telah lama memanfaatkan sistem terasering antara lain masyarakat di Bali (Indonesia), masyarakat di pegunungan Andes (Peru), dan masyarakat di daerah pegunungan di Filipina. Sistem ini telah terintegrasi dengan kearifan lokal dan budaya mereka selama berabad-abad.

Manfaat dan Fungsi Sengkedan/Terasering

Sengkedan atau terasering

Sistem terasering menawarkan beragam manfaat, baik secara ekologis, ekonomi, maupun sosial budaya. Penerapannya yang tepat dapat memberikan dampak positif yang signifikan bagi masyarakat dan lingkungan.

  • Konservasi tanah dan air: Mencegah erosi dan kehilangan nutrisi tanah, serta meningkatkan kemampuan lahan untuk menyerap air hujan.
  • Peningkatan produktivitas pertanian: Lahan yang lebih datar dan subur memungkinkan penanaman berbagai jenis tanaman dengan hasil panen yang lebih tinggi.
  • Peningkatan pendapatan petani: Hasil panen yang melimpah berdampak pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan ekonomi petani.
  • Pelestarian keanekaragaman hayati: Terasering dapat menciptakan habitat yang beragam bagi berbagai jenis flora dan fauna.
  • Penguatan nilai budaya lokal: Sistem terasering seringkali terintegrasi dengan kearifan lokal dan tradisi pertanian masyarakat setempat.

Terasering secara signifikan meningkatkan produktivitas pertanian dengan menyediakan lahan yang lebih datar dan terbebas dari erosi. Hal ini memungkinkan penggunaan teknik pertanian modern dan optimalisasi penggunaan pupuk dan pestisida.

Konstruksi dan Perawatan Sengkedan/Terasering, Sengkedan atau terasering

Pembuatan terasering membutuhkan perencanaan dan pelaksanaan yang cermat. Tahapan pembangunannya mencakup survei lahan, perencanaan desain, penggalian tanah, pembuatan saluran irigasi, dan penanaman vegetasi pelindung.

Perawatan yang tepat sangat penting untuk menjaga fungsi dan ketahanan terasering dalam jangka panjang. Perawatan meliputi pembersihan saluran irigasi, perbaikan struktur teras, dan penanaman vegetasi penutup tanah.

Material yang umum digunakan dalam pembuatan terasering meliputi batu, tanah, bambu, dan beton. Pemilihan material disesuaikan dengan kondisi geografis dan ketersediaan sumber daya setempat.

“Pemeliharaan terasering di daerah dengan curah hujan tinggi merupakan tantangan tersendiri, karena erosi dan kerusakan struktur seringkali terjadi. Perlu adanya upaya kolaboratif antara pemerintah, masyarakat, dan pihak terkait untuk memastikan keberlanjutan sistem ini.”

Potensi kerusakan pada terasering meliputi erosi, longsor, dan kerusakan struktur. Pengelolaan air yang baik, perbaikan struktur secara berkala, dan penanaman vegetasi penutup tanah dapat meminimalisir risiko kerusakan.

Contoh Penerapan Sengkedan/Terasering di Berbagai Lokasi

Di Indonesia, contoh penerapan terasering yang sukses dapat ditemukan di daerah pegunungan seperti di Jawa Barat, Bali, dan Nusa Tenggara Timur. Di daerah-daerah tersebut, terasering digunakan untuk budidaya padi, palawija, dan berbagai jenis tanaman perkebunan. Topografi lahan yang berbukit dan bergunung menuntut teknik pertanian yang efektif untuk mencegah erosi dan meningkatkan produktivitas. Contohnya, di daerah Tegalalang, Bali, terasering sawah yang hijau subur terintegrasi dengan sistem irigasi tradisional, menciptakan pemandangan yang indah dan produktif.

Di daerah dataran tinggi dengan iklim yang berbeda, seperti di daerah pegunungan Andes, Peru, terasering digunakan untuk budidaya kentang, jagung, dan tanaman lainnya. Tantangan yang dihadapi di daerah ini antara lain iklim yang ekstrem, keterbatasan akses air, dan kemiringan lahan yang curam. Namun, dengan adaptasi teknik dan pemilihan jenis tanaman yang tepat, sistem terasering tetap mampu meningkatkan produktivitas pertanian.

Suatu contoh sukses penerapan terasering yang berkelanjutan secara ekonomi dan lingkungan dapat dilihat di beberapa desa di Bali. Integrasi sistem terasering dengan pariwisata telah meningkatkan pendapatan masyarakat setempat sambil tetap menjaga kelestarian lingkungan.

Ilustrasi terasering di sawah yang terintegrasi dengan sistem irigasi: Bayangkan hamparan sawah hijau yang terbentang di lereng bukit, dibentuk menjadi undakan-undakan yang teratur. Air dialirkan melalui saluran irigasi tradisional yang terencana dengan baik, memastikan setiap petak sawah mendapatkan air yang cukup. Padi menghijau subur, dan pemandangannya begitu indah dan menenangkan.

Perbandingan penerapan terasering di Bali dan Peru menunjukkan perbedaan teknik konstruksi dan jenis tanaman yang ditanam. Di Bali, terasering seringkali dibangun menggunakan batu dan tanah, dengan fokus pada budidaya padi. Sementara di Peru, terasering dibangun dengan teknik yang lebih sederhana, menggunakan tanah dan vegetasi, dengan fokus pada budidaya kentang dan tanaman adaptif lainnya.

Tinggalkan komentar